Dedi Mulyadi Naik Pitam di Subang: Spanduk Persikas Jadi Biangnya
Suasana kunjungan Dedi Mulyadi ke salah satu wilayah di Kabupaten Subang mendadak berubah panas. Politikus yang dikenal tegas dan dekat dengan rakyat itu mendadak naik pitam setelah melihat sekelompok warga membentangkan spanduk bertuliskan dukungan terhadap Persikas—klub sepak bola kebanggaan Subang.
Akar Masalah: Antara Sepak Bola dan Kepentingan Politik?
Insiden ini terjadi saat Dedi Mulyadi tengah melakukan kegiatan kunjungan sosial. Namun, bukannya sambutan hangat seperti biasanya, ia malah disambut oleh sekelompok warga yang mengangkat spanduk bertuliskan dukungan terhadap Persikas Subang. Reaksi Dedi tak terduga. Ia langsung menunjukkan ekspresi marah dan menegur warga secara terbuka.
Menurut informasi yang beredar, kemarahan Dedi bukan semata karena spanduk itu sendiri, melainkan karena waktu dan tempat yang dinilai tidak tepat. Ia menduga ada pihak-pihak tertentu yang menunggangi simbol sepak bola lokal untuk kepentingan tertentu—mungkin untuk menyindir atau menantangnya secara politik.
Sepak Bola Lokal, Simbol Sentimen Daerah
Persikas, sebagai klub sepak bola lokal, memang menjadi simbol kebanggaan warga Subang. Namun, dalam beberapa waktu terakhir, isu seputar kepemilikan klub, manajemen, dan dukungan pemerintah daerah kerap kali menimbulkan friksi. Tidak sedikit pihak yang memanfaatkan simbol Persikas untuk menggiring opini atau menunjukkan posisi politik tertentu.
Dedi Mulyadi sendiri selama ini dikenal sebagai tokoh yang vokal terhadap praktik-praktik manipulasi dalam dunia olahraga, terutama jika beririsan dengan agenda politik praktis. Maka, tak heran jika ia bereaksi keras ketika simbol olahraga lokal dijadikan alat provokasi di tengah masyarakat.
Reaksi Warga: Antara Dukungan dan Kecanggungan
Insiden itu menimbulkan beragam respons. Sebagian warga mendukung sikap tegas Dedi yang menolak manipulasi isu demi kepentingan kelompok tertentu. Namun, ada juga yang menyayangkan ledakan emosinya, menganggap bahwa aspirasi warga terhadap Persikas seharusnya ditanggapi dengan dialog, bukan kemarahan.
“Pak Dedi selama ini dekat dengan masyarakat, makanya kami kaget beliau bisa marah seperti itu,” ujar salah satu warga yang hadir dalam acara tersebut.
Politik, Emosi, dan Simbol Daerah
Kejadian ini mencerminkan betapa sensitifnya hubungan antara politik dan simbol-simbol lokal seperti klub sepak bola. Di tengah suhu politik yang mulai memanas menjelang kontestasi lokal, simbol-simbol seperti Persikas bisa dengan mudah menjadi alat komunikasi politik terselubung.
Sebagai tokoh publik, Dedi Mulyadi dihadapkan pada dilema antara menjaga ketertiban sosial dan menanggapi aspirasi warga yang kadang dibalut simbolisme. Momen ini juga menjadi pengingat bahwa komunikasi dua arah tetap menjadi kunci utama dalam meredam kesalahpahaman di tengah masyarakat.
Amarah Dedi Mulyadi di Subang bukan sekadar luapan emosi, tapi cermin dari kekhawatiran terhadap politisasi simbol-simbol lokal. Persikas, sebagai klub kebanggaan masyarakat, idealnya tetap menjadi ruang pemersatu, bukan alat provokasi. Diperlukan kehati-hatian dari semua pihak agar aspirasi tidak berubah menjadi alat adu domba.