PK Dikabulkan: Setya Novanto Dapat Keringanan Hukuman Jadi 12 Setengah Tahun
Mahkamah Agung (MA) akhirnya mengabulkan peninjauan kembali (PK) yang diajukan terpidana kasus korupsi proyek e-KTP, Setya Novanto. Keputusan ini memang mengejutkan publik, karena hukuman mantan Ketua DPR tersebut kini dipotong menjadi 12,5 tahun penjara dari vonis sebelumnya, yaitu 15 tahun penjara.
Latar Belakang Kasus Setya Novanto
Kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP yang menjerat Setya Novanto menjadi salah satu skandal besar yang menguras perhatian publik Indonesia. Mantan Ketua Umum Partai Golkar ini dinyatakan bersalah pada 2018 karena terbukti menerima aliran dana dari proyek e-KTP senilai triliunan rupiah. Pengadilan Tipikor saat itu menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan, serta uang pengganti sekitar USD 7,3 juta.
MA Kabulkan PK Setya Novanto
Melalui upaya PK yang diajukan Setnov, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan tersebut dengan putusan yang memangkas masa hukuman menjadi 12,5 tahun penjara. MA menyatakan ada aspek-aspek pertimbangan hukum yang menjadi dasar putusan ini, meskipun rincian lengkapnya belum disampaikan secara detail ke publik.
Putusan ini mengundang sorotan luas, mengingat Setya Novanto dianggap sebagai salah satu simbol korupsi besar yang pernah terjadi di Indonesia. Banyak pihak yang mempertanyakan transparansi pertimbangan MA dalam putusan ini, termasuk pengamat hukum yang menilai keputusan ini berpotensi melemahkan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Reaksi Publik dan Penegak Hukum
Publik di media sosial ramai menanggapi keputusan ini, banyak yang mengekspresikan kekecewaan karena vonis yang sudah dianggap pantas justru dipangkas. Di sisi lain, tim kuasa hukum Setya Novanto menganggap putusan PK ini sebagai bentuk keadilan karena menurut mereka kliennya telah bersikap kooperatif selama proses hukum berjalan.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum memberikan tanggapan detail terkait putusan PK ini. Namun sebelumnya, KPK secara konsisten menegaskan bahwa korupsi dalam proyek e-KTP merupakan kejahatan luar biasa yang merugikan negara dan masyarakat secara luas.
Implikasi Terhadap Pemberantasan Korupsi
Pemotongan hukuman Setya Novanto menjadi 12,5 tahun dapat menjadi preseden yang mempengaruhi pengajuan PK terpidana korupsi lainnya. Hal ini juga menjadi pengingat bahwa proses penegakan hukum masih harus diperkuat dari aspek transparansi, sehingga masyarakat dapat memahami pertimbangan hukum dalam setiap putusan yang diambil.
Meski demikian, publik berharap agar putusan ini tidak menjadi sinyal melemahnya komitmen Indonesia dalam pemberantasan korupsi. Korupsi yang mengakibatkan kerugian negara besar tetap harus dipandang sebagai kejahatan serius yang membutuhkan penegakan hukum tegas.
Kasus Setya Novanto kembali mengingatkan kita akan pentingnya akuntabilitas dan transparansi dalam proses penegakan hukum di Indonesia. Putusan PK yang memangkas hukuman menjadi 12,5 tahun penjara menjadi babak baru dalam kisah panjang kasus korupsi e-KTP, sekaligus menjadi ujian bagi kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan di Indonesia.